020609 Taliban Afghanistan
3 Juni 2009Ada tiga pertanyaan yang kerap mencuat, apabila membahas peran kaum moderat dalam kelompok Taliban. Pertama, berapa pentingnya ideologi jihad radikal dalam perjuangan mereka, dan apakah ada hal-hal lain yang juga ambil peran seperti, kesenjangan sosial misalnya? Kedua, apakah kelompok Taliban bisa dipecah belah? Kemudian yang ketiga, apakah perlu berunding dengan Taliban?
Di Pakistan, Taliban bukan sebuah kelompok yang homogen. Sebenarnya, justru banyak kelompok-kelompok militan yang sengaja bergabung dengan Taliban. Alasan mereka untuk mengangkat senjata sama sekali berbeda-beda, meskipun kemiskinan juga merupakan salah satu diantara alasan itu. Kelompok-kelompok ini bergabung agar bisa mendesak pemerintahnya untuk bertindak, begitu ujar sejarawan Markus Daechsel dari Universitas London: "Saya rasa amat penting untuk memiliki lebih dari satu solusi menghadapi masalah Talibanisasi, juga untuk melihat konteks geografis dari semua konflik yang diberi judul besar Talibanisasi itu. Kemudian mencari solusi lokal guna mengatasi masalah-masalah sosial dan ekonomis yang terkait, dan bukan dari segi keagamaannya."
Kelompok Taliban di Afghanistan, misalnya, tidak semua fanatik dan menolak masukan lain. Dalam perang saudara tahun lalu, kaum Taliban meniti jalan moderat untuk mempertahankan wilayahnya dan menjaga agar masyarakat di wilayah itu tidak lari karena ketakutan. Begitu menurut Antonio Giustozzi, pakar Taliban dari sekolah tinggi London School of Economics. Tuturnya, "Fakta bahwa perhatian sekarang difokuskan kepada pemerintahan membuat kaum Taliban bersikap lebih moderat. Kita tahu ada pergesekan antara pemimpin arus utama Mullah Omar serta para pendukungnya, dan elemen-elemen radikal dalam Taliban yang bekerjasama dengan jaringan pelaku jihad radikal di tingkat internasional.”
Para pemimpin Taliban di sekitar Mullah Omar di Afghanistan memang tertarik untuk berunding. Begitu Giustozzi. Namun tampaknya dalam negosiasi mereka akan berusaha untuk mendapat dukungan dari politisi yang berlatar belakang Mujahiddin dan anti Sovyet. Menurut Giustozzi,
"Negosiasi ini bisa dijadikan platform untuk memanipulasi opini publik. Ketika dalam perundingan, isu-isu seperti islamisasi peradilan atau pengusiran orang asing mulai diangkat maka para pemimpin partai Islam akan kesulitan untuk menentangnya. Jadi itu akan menjadi peluang bagi Taliban untuk memecah belah koalisi anti Taliban, agar bisa berkuasa.”
Di Pakistan bernegosiasi dengan Taliban bukanlah tabu dan memang ada tradisinya. Negosiasi itu berfungsi mengulur waktu dan membuktikan bahwa Taliban seringnya melanggar janji. Di Pakistan, strategi inilah yang meningkatkan dukungan bagi pemerintah untuk memerangi kaum Taliban di lembah Swat.
Thomas Bärthlein / Edith Koesoemawiria
Editor: Ging Ginanjar