Mengapa Minuman Beralkohol di Turki Bisa Renggut Nyawa Kamu
7 Maret 2025Minuman beraroma adas manis khas Turki atau yang dikenal dengan Raki ini bukan sekadar minuman beralkohol. Raki mengakar kuat dalam tradisi masyarakat Turki dan menjadi bagian dari budaya makan dan minum yang begitu meriah. "Malam Sosial Raki” dimulai dengan makan bersama selama berjam-jam, diiringi tawa lepas, nyanyian bersama, yang penuh kegembiraan dan keakraban.
Tradisi ini telah menginspirasi banyak penyair dan seniman. Penyair terkenal Orhan Veli Kanik, misalnya, mengungkapkan hubungannya dengan raki seperti ikan yang berenang di dalam botol Raki. Diva pop, Sezen Aksu, mendedikasikan sebuah lirik penuh cinta untuk Raki dalam lagunya "Apakah kita bunga yang bermekaran? ”Bahkan seorang pendiri negara, Mustafa Kemal Atatürk, begitu dikenal dengan jamuan makan malam dengan Raki bersama teman-teman dan seniman.
Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
Namun, dalam beberapa tahun terakhir, tradisi ini dibayangi peningkatan jumlah kematian yang mengkhawatirkan akibat keracunan alkohol. Khususnya di kota-kota besar seperti Istanbul, Ankara dan Izmir, juga daerah-daerah sarat turis lainnya, juga terdampak.
Tingginya pajak miras di Turki
Hingga kini jumlah korban jiwa yang disebabkan oleh alkohol palsu atau oplosan ini telah meningkat secara dramatis. Setidaknya 160 orang telah meninggal sejak awal tahun. Menurut Menteri Dalam Negeri Turki, Ali Yerlikaya, hingga akhir Februari 648.000 liter Raki, Vodka, Wiski, Gin, dan minuman beralkohol lainnya yang diproduksi secara ilegal telah disita dan sekitar 560 orang tersangka telah ditangkap.
Harga minuman beralkohol di Turki telah meningkat pesat dalam beberapa tahun terakhir karena pajak minuman keras yang cukup tinggi.Sebotol Raki dibandrol sekitar 35 euro atau setara 620 ribu rupiah. Dengan upah minimum sekitar 572 euro atau sekitar 10 juta per bulan, harga Raki begitu tidak terjangkau. Raki jauh lebih murah di Jerman, dengan harga sekitar 12 hingga 18 euro atau sekitar 200 hingga 300 ribu rupiah.
Kementerian Luar Negeri Jerman peringatkan bahaya
Kementerian Luar Negeri Jerman di Berlin dan para ahli segera memperingatkan agar warga tidak mengonsumsi alkohol yang dipalsukan di Turki. Para wisatawan Jerman yang berlibur ke Turki disarankan untuk berhati-hati saat mengonsumsi alkohol, dengan melihat cermat label asli minuman sebelum dikonsumsi dan memastikan bahwa segel berwarna biru dan biru kehijauan pada tutup botol tidak rusak.
Organisasi Nirlaba Turki "Platform Pengamatan Kebijakan Alkohol” juga baru-baru ini menerbitkan saran tambahan di saluran X-nya: "Hindari restoran yang menawarkan konsumsi alkohol tanpa batas, lebih baik memesan botol yang tertutup rapat dan membukanya sendiri untuk memastikan bahwa segel aslinya masih utuh.”
Penyebab utama keracunan alkohol adalah penggunaan metanol yang murah dalam minuman alkohol ilegal, bukan alkohol etanol. Cagin Tan Eroglu dari Platform Pengamat Kebijakan Alkohol menekankan bahwa alkohol yang dipalsukan tidak dapat dibedakan dengan alkohol biasa dalam hal bau, warna, dan rasa. Metanol sangat beracun dan dapat menyebabkan gangguan penglihatan, muntah, kantuk, gagal organ, bahkan dalam kasus terburuk dapat menyebabkan kematian.
Mengkritik kebijakan alkohol dan dampaknya
Eroglu mengkritik kebijakan pajak Turki, yang telah menyebabkan kenaikan besar-besaran pada harga minuman beralkohol. Sejak tahun 2013, pajak pertambahan nilai dan pajak konsumen secara otomatis dinaikkan setiap enam bulan sekali, yang menyebabkan kenaikan harga yang tidak proporsional. Ditambah lagi dengan melesatnya inflasi. Perkembangan ini telah memaksa banyak warga untuk mencari alternatif yang lebih murah di pasar gelap. Pajak minimal beralkohol mencapai hampir dua pertiga total harga.
Ozan Bingöl, seorang ahli pajak terkemuka, turut memberi angka: "Jika hanya 15 tahun yang lalu pajak konsumen masih sekitar 51,5 lira Turki (atau 23 ribu rupiah) per liter alkohol, saat ini hampir 1.366 lira atau sekitar 600 ribu rupiah - peningkatan yang luar biasa sebesar 2.553 persen,” tulisnya pada platform X pada awal Februari 2025.
Seorang penduduk Izmir, kota di bagian barat Turki, menegaskan dalam sebuah wawancara dengan Deutsche Welle bahwa pergi keluar rumah kini adalah sebuah kemewahan baginya. Membeli alkohol di pasar gelap memiliki risiko yang besar, ia pun menyuling sendiri Raki dan kadang-kadang anggur selama hampir sepuluh tahun. Ia pun mengingat bahwa sebotol Raki, sepuluh tahun lalu berharga sekitar 18 euro atau sekitar 300 ribu rupiah. Ia berpendapat bahwa pemerintah konservatif-Islam menggunakan sistem pajak sebagai instrumen represif untuk memaksa penduduk liberal menjauhkan diri dari alkohol dan mengganggu privasi mereka. Pemerintah juga menggunakan isu ini untuk memecah belah masyarakat dan menyudutkan warga tidak sejalan dengan pemerintah.
Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, tidak merahasiakan fakta bahwa ia adalah seorang Muslim yang taat dan bukan penggemar alkohol, hal yang sering disebutkan dalam pidatonya. Baginya, minuman nasional Turki adalah Yoghurt Ayran.
Permintaan untuk mengurangi restriksi
Merespon tingginya angka kematian akibat alkohol palsu, Turkish professional chambers of food and chemical engineers menuntut pemerintah dengan menekankan bahwa pajak yang sangat tinggi tidak menyebabkan berkurangnya konsumsi alkohol, tetapi justru membahayakan kesehatan masyarakat. Asosiasi tersebut meminta pihak berwenang memperketat kontrol untuk menghindari produksi alkohol ilegal. Pada saat yang sama, mereka juga meminta pemerintah untuk menurunkan drastis tarif pajak, yang telah beberapa kali lipat lebih tinggi dari biaya produksi untuk menjauhkan warga dari pasar gelap.
Cagin Tan Eroglu dari Platform Pengamat Kebijakan Alkohol juga setuju bahwa pajak yang tinggi tidak berdampak pada pengurangan konsumsi, namun justru meningkatkan angka kematian.
Eroglu mengklaim pemerintah dalam kebijakannya telah melabeli warga negara yang mengonsumsi alkohol sebagai "warga negara yang tidak baik”. Eroglu mengkritik fakta bahwa bahkan setelah laporan peningkatan angka kematian, beberapa tokoh partai penguasa, AKP menganggap alkohol sebagai penyebab utama kematian tanpa membedakan antara produksi legal dan ilegal. Kebijakan pemerintahan juga memberi konsekuensi sosiologis. Konsumsi alkohol dibatasi pada wilayah tertentu menyebabkan ‘pengucilan' sosial, seolah-olah wilayah tersebut begitu terasing. Eroglu melihat hal ini sebagai perang budaya yang diiniasi pemerintah.
Semua bentuk iklan alkohol telah dilarang di Turki sejak tahun 2014. Produsen minuman keras juga tidak lagi diizinkan untuk menjadi sponsor, yang menyebabkan pembatalan ragam festival ternama di negara itu. Adegan minum-minum dalam film dan serial TV harus diberi piksel sensor.
Menurut angka resmi, konsumsi alkohol per kapita per tahun di Turki sekitar dua liter. Tidak ada yang tahu apakah angka tersebut juga termasuk konsumsi alkohol ilegal.
Diadaptasi dari artikel DW bahasa Jerman