Bagaimana Selanjutnya di Pakistan?
20 Oktober 2007
Benazir Bhutto menikmati benar sambutan pendukungnya di Karachi, begitu dia menginjakkan kakinya ke Pakistan setelah hidup delapan tahun di pengasingan. Namun sambutan meriah disertai iring-iringan penyambutan terhenti melalui ledakan bom dari seorang pelaku bunuh diri.
Politisi perempuan usia 54 tahun itu tidak terluka. Namun genangan darah dan potongan badan dari pengawal dan pengikutnya berserakan di sekitarnya. Pemimpin partai rakyat PPP itu sebenarnya sudah mendapat peringatan sebelumnya, namun dia bersikeras untuk melakukan konvoi keliling kota Karachi:
„Mungkin ada yang menganggap ini naif. Tapi saya pikir, itu adalah keputusan yang benar. Karena jika kita berjuang untuk sesuatu yang kita yakini, maka kita harus siap untuk menanggung risikonya. Saya bertekad menyelamatkan Pakistan dengan mengupayakan demokrasi dan melibatkan warga di situ. Keputusan untuk tidak kembali adalah salah.“
Dengan kemampuan tinggi berwacana dan sangat luwes, Benazir Bhutto memainkan peranan sebagai korban. Meskipun yang tewas dalam serangan yang ditujukan kepadanya adalah orang lain. Dia menyatakan tekadnya untuk melakukan kampanye pemilu untuk pencalonan diri sebagai perdana menteri. Penyambutan besar-besaran di Karachi dilihatnya sebagai isayarat keberhasilan dan aksi serangan sebagai simbol dalam perang melawan terror:
“Itu adalah kegembiraan rakyat yang berakhir dengan tragedi. Tetapi itu kegembiraan bagi semua rakyat kecil Pakistan. Mereka ingin menunjukkan ke seluruh Pakistan dan dunia bahwa negeri kami yang indah bukan negeri teroris, militan dan ekstrimis. Pakistan adalah negara petani yang bekerja keras untuk menyambung hidup. Negara kaum intelektual. Semuanya bersama-sama akan membangun masyarakat modern dan moderat yang memberikan peluang dan kesamaan kepada semua warganya.“
Kembalinya Bhutto ke Karachi adalah bagian dari rencana persiapan operasi pengggantian kekuasaan di parlemen Pakistan. Partai Bhutto, PPP merupakan partai besar dan sangat berpengaruh di negara itu. Peluang untuk kembali meraup mayoritas bagi partai PPP dalam pemilu parlemen bulan Januari mendatang, terlihat cukup baik. Apalagi setelah Musharraf berhasil ditekan untuk meletakkan jabatannya sebagai panglima angkatan bersenjata. Tampaknya Musharraf bersedia membagi kekuasaan dengan Benazir Bhutto dan PPP. Shamim-ur Rahman, seorang komentator harian „Dawn“ mengatakan, terutama AS ingin agar kesepakatan itu terwujud:
„Sendirian, militer tidak berhasil dalam perang melawan terorisme. Pendukung Musharraf sama sekali gagal. Jadi Musharraf ingin lepas dari beban politik dan mencari alternatif. Dunia barat dapat menerima Benazir Bhutto. Karena kelemahannya, dia sangat mudah ditangani.“
Tetapi, meskipun Musharraf bersedia menerima kedatangan Bhutto, belum diketahui apakah kedua politisi tersebut benar-benar dapat bekerjasama. Karena selain berseteru sejak lama, keduanya adalah politisi yang sangat sadar akan artinya kekuasaan. Shamim-ur Rahmen:
“Siapa yang mendapat peluang pertama, akan menyingkirkan yang lainnya. Karena mereka saling membenci. Dan kedua-duanya sangat egosentris.”