Aliansi, Jaminan, dan Harapan untuk Ukraina di Ruang Oval
20 Agustus 2025Suasana di Gedung Putih, Washington, D.C., pada hari Senin (19/08) tampak jauh berbeda dari kekisruhan awal tahun ini ketika Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Wakil Presiden JD Vance mengomeli Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy di depan kamera.
Pada hari Senin (19/08), Zelenskyy melangkah masuk ke Ruang Oval dengan balutan setelan biru dongker yang rapi, bukan seragam tempur kaus warna zaitun yang biasanya ia kenakan. Orang nomor satu di Ukraina itu menyerahkan sepucuk surat pribadi dari istrinya, Olena, kepada Ibu Negara Melania Trump.
Dalam surat itu, Olena menyampaikan terima kasih kepada Melania karena telah menngangkat isu nestapa anak-anak Ukraina yang direnggut dari tanah air mereka, dan menyampaikannya langsung di hadapan pemimpin Rusia Vladimir Putin. Ucapan itu menjadi pengantar bagi suasana yang lebih teduh dan sarat diplomasi.
Para pemimpin Eropa bertekad untuk mendukung Ukraina. Kanselir Jerman Friedrich Merz, Presiden Prancis Emmanuel Macron, Perdana Menteri Inggris Keir Starmer dan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen termasuk di antara mereka yang melakukan perjalanan ke Washington dalam waktu singkat.
Mereka duduk membentuk setengah lingkaran di sekeliling Zelenskyy, untuk memastikan bahwa adegan penghinaan di Ruang Oval tidak terulang dan agar aliansi lintas-Atlantik tetap teguh.
"Ini adalah pertemuan di mana Eropa memiliki kesempatan untuk menunjukkan persatuan dan tekadnya," kata Direktur Urusan Eropa dan Global di European Policy Centre, Almut Möller, kepada DW. "Eropa tidak tak berdaya."
Kemajuan dalam jaminan keamanan
Tujuan paling gamblang dari para pemimpin Eropa dalam pertemuan di Gedung Putih adalah dukungan Trump bagi jaminan keamanan untuk Ukraina. Saat berdiri di samping Zelenskyy, ia berjanji bahwa Amerika Serikat akan "berkoordinasi" dengan Eropa dalam memberikan perlindungan bagi Ukraina.
Sekretaris Jenderal NATO Mark Rutte menggambarkan pertemuan ini sebagai "jaminan semacam Pasal 5" tanpa keanggotaan NATO. Pasal 5 adalah klausul pertahanan bersama dalam aliansi tersebut, yang menyatakan bahwa serangan terhadap satu negara anggota merupakan serangan terhadap semua.
Jaminan itu penting bagi Eropa,sebab kekhawatiran telah tumbuh bahwa Trump mungkin sekali lagi condong kepada Rusia setelah ia bertemu dengan Presiden Vladimir Putin di Alaska pada hari Jumat (15/08).
Namun rincian dari jaminan keamanan tersebut masih belum didefinisikan. Trump juga menolak seruan Eropa untuk gencatan senjata sebagai titik awal.
Ayo berlangganan newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
Setelah pertemuan, Rutte mengatakan kepada Fox News, sebuah jaringan berita AS, bahwa saat ini terdapat 30 negara dalam "Koalisi Kehendak Bebas." Para menteri pertahanan mereka bisa saja bertemu seawal pekan ini untuk mulai merinci jaminan-jaminan tersebut.
Zelenskyy menyimpan harapan, kepada para jurnalis ia mengatakan bahwa jaminan-jaminan itu akan "diformalkan di atas kertas dalam waktu seminggu hingga sepuluh hari."
Dalam wawancara dengan DW, peneliti Tinatin Akhvlediani dari Brussels Centre for European Policy Studies (CEPS) menilai pengumuman jaminan keamanan ini sebagai langkah penting, "terutama jika Amerika Serikat terlibat mendukungnya."
Namun, ia memperingatkan bahwa dukungan itu penting, "karena, seperti yang kita ketahui, Amerika Serikat saat ini menyediakan peralatan dan persenjataan militer yang tidak dapat digantikan oleh Uni Eropa."
Konsesi wilayah tak dibahas, namun belum tersingkir dari kemungkinan
Yang tak kalah penting ialah apa yang tidak terjadi. Dalam pertemuan tersebut, tidak disebutkan bahwa Ukraina akan menyerahkan wilayah kepada Rusia. Financial Times melaporkan bahwa seorang pejabat Eropa yang menjadi bagian dari delegasi ke Washington mengatakan bahwa Trump menjelaskan, "Itu bukan urusan saya, itu urusan Ukraina," yang secara efektif menyingkirkan kemungkinan pertukaran wilayah secara paksa.
Akhvlediani tetap menyatakan bahwa risikonya masih ada. "Kita harus melihat apa yang terjadi selanjutnya, karena kita tidak tahu secara persis apa yang terjadi di balik pintu tertutup."
Saat ini, Putin terus menuntut Ukraina mundur dari sebagian wilayah Donetsk dan Luhansk. Presiden Prancis Macron secara terbuka menyuarakan keraguannya terhadap niat Kremlin: "Tujuan akhirnya adalah mengambil sebanyak mungkin wilayah," ujar presiden Prancis itu.
Pertemuan penting menanti?
Menurut Kremlin, Trump menghentikan pembicaraan dengan Zelenskyy dan para pemimpin Eropa untuk melakukan panggilan selama 40 menit dengan Putin. Presiden AS itu kemudian mendorong proses lebih lanjut dengan mengusulkan sebuah pertemuan tiga pihak antara dirinya, Zelenskyy dan Putin, yang mungkin akan berlangsung dalam hitungan minggu.
Walau tanggal dan lokasi belum ditetapkan, para pemimpin Eropa menyatakan bahwa mereka akan mendukung pertemuan semacam itu bila hal tersebut memperkuat kedaulatan Ukraina dan menghindari konsesi yang dipaksakan dari luar.
Kedua analis sepakat bahwa pertemuan seperti itu memiliki arti penting. "Putin kini harus menunjukkan bahwa ia menginginkan perdamaian," ujar Möller.
Bagi Eropa, pembicaraan langsung antara Ukraina dan Rusia mengandung peluang sekaligus risiko. Ini bisa menandai awal dari proses perdamaian sejati atau membuka pintu bagi tekanan baru terhadap Ukraina untuk berkompromi, kali ini tanpa para pemimpin Eropa di sisinya.
Peran baru Eropa
Bagi para pemimpin Eropa yang hadir, pertemuan puncak itu melampaui hasil-hasilnya. Percakapan tersebut menunjukkan bahwa Eropa dapat menjadi lebih dari sekadar pengamat pasif dan bersedia menempuh jalan yang lebih jauh dalam hal jaminan keamanan, kata Möller.
"Ini tentang setiap pemimpin Eropa yang duduk di ruangan ini, menyadari bahwa ada ancaman di luar sana yang bisa berdampak pada negara mereka sendiri. Hal inilah yang menyatukan mereka," katanya.
Kanselir Jerman Merz menggemakan pernyataan tersebut dalam sebuah wawancara seusai pertemuan. "Ini bukan semata tentang wilayah Ukraina; ini tentang tatanan politik di Eropa. Jerman memiliki kepentingan besar dan tanggung jawab besar."
Suasana di Eropa pasca-pertemuan itu penuh kehati-hatian namun optimis. "Sejak Trump kembali ke Gedung Putih, aliansi lintas-Atlantik tak pernah sekuat ini," ujar Akhvlediani, menekankan bahwa para pemimpin Eropa berhasil mengarahkan Trump kembali ke sekutu-sekutu historisnya.
Namun, hasil dari pembicaraan itu masih bersifat sementara. "Trump bisa berubah pikiran dengan sangat cepat," kata Möller. "Ini adalah situasi yang terus berkembang, dan saya berhati-hati untuk menganggapnya sebagai momen yang sangat penting dalam proses menuju perdamaian dan keutuhan wilayah bagi Ukraina."
Langkah-langkah lanjutan masih akan diperlukan, namun satu pelajaran mencuat: Eropa tak punya pilihan selain berdiri bersatu. Tantangannya sangat besar, tambah Möller, namun "Eropa tak memiliki alternatif selain mencoba, dan mereka sedang melakukan hal yang benar."
Artikel ini pertama kali dirilis dalam bahasa Inggris
Diadaptasi oleh Ayu Purwaningsih
Editor: Rizki Nugraha