Ancaman Deportasi dari Arab Saudi
12 Juni 2007Denda, penjara dan deportasi: tiga hal ini merupakan paket sanksi yang senantiasa mengancam buruh migran Indonesia yang tidak berdokumen di luar negeri. Setelah Pemerintah Malaysia dan Pemerintah Korea, setiap tahunnya mengusir paksa ratusan ribu buruh migran tidak berdokumen dan Pemerintah Singapura menahan ribuan buruh migran tidak berdokumen, kini giliran pemerintah Arab Saudi.
Negara itu berencana memulangkan paksa alias mendeportasi para buruh migran tidak berdokumen. Sedikitnya 40.000 buruh migran Indonesia tidak berdokumen akan menjadi sasaran razia atau sweeping di Arab Saudi, secara bertahap.
Sedianya pemulangan itu akan dijadwalkan akan berlangsung awal Juni ini. Namun kemudian mengalami penundaan, hingga batas waktu yang tidak ditentukan. Seperti disampaikan oleh Mardjono, dari Deputi Perlindungan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia TKI: “Ditunda sampai batas waktu yang tidak ditentukan.”
Penangkapan Jalan Terus
Namun kenyataannya di Arab saudi, penangkapan terhadap para buruh migran tidak berdokumen terus terjadi. Meski belum besar-besaran. Lebih sebagai penangkapan rutin. Seperti diceritakan oleh salah seorang pekerja migran, Rovy Ahmad dari Arab Saudi: “Masukin penjara dulu, diproses, baru dipulangin. Sekarang masih regular, penangkapan setiap malam ada, tapi belum yang besar-besaran. Paspor umroh juga gak dianggap. Kalau yang tenaga kerja, kan paspor ditahan oleh majikannya, kalau yang umroh oleh agen pengirimnya.”
Buruh migran tidak berdokumen senantiasa menjadi sasaran pengusiran di berbagai negara. Padahal Konvensi Internasional 1990 tentang perlindungan terhadap buruh migran dan anggota keluarganya, menjamin hak-hak asasi buruh migran, tanpa membedakan statusnya. Maksudnya di sini, baik yang berdokumen maupun tidak berdokumen.
Rentan Terhadap Pelanggaran HAM
Lembaga pemantau masalah tenaga kerja di manca negara, Migrant Care melihat kondisi para buruh migran Indonesia sangat memprihatinkan. Khususnya untuk kasus sekarang di Arab Saudi.
Mengingat Indonesia adalah anggota dewan HAM PBB. Kebijakan represi terhadap buruh migran tak berdokumen, mulai proses razia hingga deportasi yang selama ini telah berlangsung di beberapa negara sangat rentan terhadap terjadinya pelanggaran hak asasi manusia.
Namun peningkatan upaya perlindungan TKI masih jauh panggang dari api. Direktur Eksekutif Migrant Care, Anis Hidayah: “Bukan hanya konteks Saudi, Singapura juga melakukan hal yang sama, karena persoalan dokumen yang sama. Malaysia juga, meski akreakternya tidak sama dengan tahun 2002 yang serentak, tapi kini bertahap. BNP2TKI sayangnya tidak sensitif dengan hal itu. Mereka tidak punya tindakan yang solutif maupun preventif.”
Kebanyakan Buruh Pelarian
Kebijakan yang diambil Pemerintah Kerajaan Saudi Arabia ini akan memperpanjang daftar pelanggaran HAM terhadap buruh migran yang bekerja di Arab Saudi. Berdasarkan kasus-kasus yang ditangani organisasi buruh migran Indonesia, kasus kekerasan terhadap buruh migran Indonesia masih terus terjadi di Arab Saudi. Mulai dari penyiksaan, pelecehan seksual, perkosaan dan bahkan pembunuhan. Akibatnya banyak buruh migran Indonesia melarikan diri dari majikannya dan terpaksa menjadi buruh migran tak berdokumen.
Desi, seorang penjahit di Jeddah, mengisahkan, ia lari dari majikannya, tanpa dokumen, gara-gara perlakuan kasar sang majikan. Dengan tidak adanya dokumen, kini ia terancam dideportasi. Kasus yang dialami oleh Desi adalah penipuan dan tindak kekerasan. Dari Jakarta, ia dijanjikan akan kerja sebagi penjahit. Namun sesampainya di Jeddah, berbagai pekerjaan kasar lainnya pun dibebankan kepada perempuan asal Nusa Tenggara Barat itu.
Gaji yang diberikan pun dibawah upah yang dijanjikan. “Kerjanya bukan jahit saja, tapi buruh kasar, itu sebabnya saya lari, jadi ilegal. Saya sudah coba telefon, tidak boleh. Mandi Cuma seminggu sekali, kerja di lapangan juga. Makan sendiri pakai indomi, gimana saya ke sini kan butuh duit. Kerja dari jam 10 pagi sampai jam sepuluh malam. Dia lagi bangun rumah, kita disuruh angkat batu bata dan sisa-sisa cat. Majikan suka mengeroyok, anaknya suka ikut memukul.”
Kita beranjak ke buruh migran lainnya, Fifi asal Jawa Barat. Ia mengisahkan nasibnya dan kawan-kawannya: “kalau mau dipulangin, dibawa menginap dulu, mau diperkosa, katanya majikan semua pembantu harus mau meladeni saya. Kawan saya tidak mau minta pulang lagi, dia cerita katanya kalau mau dipulangin harus meladeni, mau lari ke polisi juga bakal diperkosa, sama juga. Makanya saya lari. Kalau lagi banyak kerjaan gak bisa tidur, cape. Majikan tidak punya perasaan sama sekali, dasar binatang benar-benar. Teman saya yang sudah kerja dua tahun, dikasih hanya 5000 real, tapi harus meladeni si tua bangka. Akhirnya ketahuan sama istrinya, tapi istrinya malah mukul teman saya.”
Berbekal kenekatan mereka kabur dari majikan. Padahal belum punya kartu identitas. Akibatnya kini, setelah mengalami tindak kekerasan, mereka harus terusir paksa. Dasarin, seorang supir menceritakan nasib kawannya yang diciduk oleh petugas kepolisian, gara-gara tidak memiliki dokumen tinggal di Arab Saudi. Visa yang dimiliknya hanyalah visa umroh: “Ketangkap dan ada dalam tahanan. Visanya visa umroh, tapi yang jelas tidak punya kartu identitas Saudi. Sekarang tinggal nunggu didata oleh KJRI, mungkin satu minggu dalam tahanan.”
Belum lagi ada anak-anak di bawah umur yang dipekerjakan dengan visa umroh. Diceritakan oleh Rovy Ahmad : “Misal ada anak 13 tahun dengan visa umroh, dipekerjakan. Majikan tidak mau karena taidak bisa kerja, ditaruh ke jalan, saya harus bantu, anak kecil kok disuruh kerja. Uang umroh yang bayar bosnya. Nanti ia harus ganti sepanjang dua tahun,baru setelah luans, uangnya bisa untuk sendiri.”
Perlu Diplomasi Untuk Lindungi Hak TKI
Migrant Care mencatat praktik pengiriman tenaga kerja dengan cara ilegal lewat visa umroh seperti itu, kerap terjadi. Perbaikan sistem dalam penempatan tenaga kerja dan minimnya upaya pemerintah menangani buruh migran dikeluhkah oleh para buruh migran, maupun para majikan mereka.
Padahal derita para pekerja migran di manca negara bukan cerita baru. Program perlindungan kini harus lebih diutamakan. Kembali Anis Hidayah dari Migrant Care: “Ini dampak dari buruknya sistem penampatan buruh migran di luar negeri, birokrasi yang panjang, dan lain sebagainya, ini sebabnya banyak yang nekad ke luar negeri tanpa dokumen. BNP2TKI juga lebih memperhatikan masalah penempatan ketimbang perlindungan”
Migrant Care mendesak pemerintah melakukan diplomasi politik terhadap Kerajaan Arab Saudi maupun negara-negara lain untuk memastikan bahwa proses penindakan hukum dan peradilan memperhatikan hak-hak asasi menusia. Selain itu harus ada perbaikan bagi perlindungan tenaga kerja Indonesia di manca negara. Sehingga tidak ada lagi jeritan hati para para pahlawan penyumbang devisa itu.