Ahli Komputer yang Bercita-cita Membangun Pabrik Garam
31 Maret 2025Richard Markham tiba di Jerman tahun 1965 untuk mengambil studi jurusan matematika di Perguruan Tinggi Rheinisch-Westfälische Technische Hochschule (RWTH) Aachen. Pada tahun yang sama, presidem ketiga Indonesia BJ Habibie baru menyelesaikan program doktoralnya di universitas itu.
Selesai sekolah, Richard bekerja di Jerman sebagai ahli komputer dan pengolahan data di berbagai perusahaan, pekerjaan yang ditekuninya sampai purnatugas. Setelah pensiun, dia akhirnya bisa melakukan hobi utamanya: menyelam. "Saya sudah menyelam praktis di semua kawasan selam di Indonesia," katanya.
Lalu mengapa pada usia 80-an dia mendadak ingin punya pabrik garam? "Karena saya heran, mengapa Indonesia yang punya pantai begitu panjang masih harus mengimpor garam sampai tiliunan Rupiah?
Permintaan garam tinggi, produksi domestik lemah
Kebutuhan garam di Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2022, kebutuhan garam nasional tercatat sekitar 4,5 juta ton per tahun. Tahun 2023, permintaan garam diperkirakan meningkat menjadi sekitar 5 juta metrik ton. Peningkatan ini terutama disebabkan oleh tingginya permintaan dari sektor industri, yang mencakup sekitar 91 persen dari total kebutuhan garam nasional pada tahun 2023. Padahal rata-rata produksi domestik selama beberapa tahun terakhir adalah sekitar 1,5 juta ton.
Indonesia diperkirakan memiliki sekitar 400 pabrik pengolah atau penyulingan garam, 13 di antaranya berskala besar, 56 berskala menengah, dan 312 berskala kecil. Pabrik pengolah berskala besar dan menengah diperkirakan mengolah 65-70 persen dari seluruh garam yang ada di Indonesia.
Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
Beberapa pengolah garam juga memproduksi garam mentah dan pengolah yang lainnya membeli garam mentah dari petani garam tradisional atau mengimpor garam mentah untuk diproses lebih lanjut.
Permasalahan pasokan garam di Indonesia memang persoalan lama. Industri membutuhkan garam dalam kualitas tertentu, sementara pasokan garam dari petani garam domestik sangat bervariasi. Hal ini antara lain dipengaruhi oleh cuaca. Garam yang dihasilkan pun sering kali berkualitas rendah sehingga pengolah garam lebih memilih untuk membeli garam impor daripada garam domestik untuk diolah lebih lanjut.
Kenapa Indonesia tidak menggalakkan produksi garam domestik dan memberdayakan petani garam, keluh Richard Markham. Padahal modal yang diperlukan untuk bertani garam tidak besar, jelasnya. Karena bahan mentahnya adalah air laut, yang perlu kita keringkan saja.
Mengembangkan perekonomian rakyat
Dia lalu belajar tentang garam, tentang pasar dan proses produksinya. Dengan karier yang lama sebagai konsultan di berbagai perusahaan, dia punya jaringan kenalan yang cukup luas di berbagai negara Eropa. Karena Jerman tidak punya fasilitas produksi garam dari laut, dia belajar ke Prancis dan Spanyol.
Setiap tahun, Richard dan istrinya Marion tinggal selama lima sampai enam bulan di Indonesia untuk mengurus produksi garamnya. "Ternyata pusat produksi garam domestik di Indonesia adalah di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Dan keluarga saya berasal dari Jawa. Jadi saya kembali lagi ke sana, tepatnya ke Lasem, dekat Rembang.”
"Produksi garam tradisional adalah pekerjaan musiman, karena tidak bisa dilakukan pada musim hujan," jelasnya. Untuk itu, air laut pertama-tama di tampung di tambak-tambak dan dikeringkan. Prosesnya beberapa kali. Setelah dari kolam pengeringan, dipindahkan ke kolam kristalisasi. Untuk mendapat kadar NaCl yang lebiuh tinggi, proses ini diulang beberapa kali."
Di masa pensiun memulai sesuatu yang baru
Membuat garam adalah sesuatu yang sudah dikenal masyarakat setempat, kata Pak Richard. "Jadi mereka tidak perlu belajar lagi. Tetapi karena itu pekerjaan musiman, pekerja saya tidak bisa bekerja sepanjang tahun. Kalau produksi berhenti, mereka harus mencari pekerjaan lain". Itulah sebabnya dia bercita-cita mendirikan pabrik garam dan penggilingan, agar bisa mempekerjakan orang sepanjang tahun.
"Dengan bertani garam, orang bisa punya penghasilan. Taraf hidupnya bisa meningkat dan perekonomian lokal jadio lebih kuat,” ujarnya. "Saya ingin membantu memperbaiki perekonomian rakyat, bukan dengan mimpi-mimpi besar, bukan dengan angan-angan, tetapi dengan sesuatu yang sederhana saja. Dengan sesuatu yang sudah dikenal penduduk lokal dan bisa mereka kerjakan" kata Richard Markham.
Tapi dia mengakui, membuka usaha di Indonesia bukan soal gampang. "Banyak sekali aturan dan birokrasi. Kalau begini, bagaimana rakyat kecil bisa buka usaha?," keluhnya. Tapi tentang pabrik garam, tekadnya sudah bulat. Bulan Mei, dia dan istrinya akan berangkat lagi ke Indonesia dan tinggal di sana sampai akhir tahun. „Usia saya sekarang 81 tahun. Nah, ini saatnya memulai sesuatu yang baru!" katanya penuh semangat.